Cerpen Pengabdianku


By : Annisa Mega 
Aku adalah seorang guru. Keseharianku mengajar disekolah-sekolah, salah satunya SMP Dirgantara, Jakarta. Untuk menjadi gurumemang sulit. Namun itu tidak mematahkan semangatku untuk mengajar anak bangsa.Membuat mereka pintar dan bisa memimpin bangsa merupakan salah satu tujuan danimpianku. Menurutku bangsa Indonesia masih perlu beberapa pembenahan untukwarganya. Sekarang waktuku untuk membuat anak bangsa lebih berkualitas lagi.


Suatu hari aku mengajar seperti biasa. Tiba-tiba bapak KepalaSekolah mengumpulkan semua dewan guru untuk rapat. Sambil menyusuri jalansetapak menuju ruang rapat, aku berpikir apa yang akan dirapatkan pada siangini. Ku taburkan senyum kepada beberapa dewan guru yang sudah siap di mejamasing-masing. Tak lama bapak kepala sekolah pun datang.

“Selamat siang dewan guru. Hari ini kita akan membahas beritayang mendadak”, ucap bapak Kepala Sekolah dengan sedikit keraguan.

“Apa itu berhubungan dengan sekolah kita, pak?”, balaskudengan perkataan yang berhati-hati.

“Tidak, Bu Marni. Tapi ini tentang sebuah tawaran kepadadewan guru disini. Jadi… ada sebuah daerah yang membutuhkan guru. Dan daerahitu sangat terpencil yaitu di perbatasan Kalimantan. Orangnya juga masih kurangpengetahuan. Saya rasa pemerintah ingin mereka berpengetahuan sama sepertimasyarakat yang lain. Maka dari itu pemerintah memilih sekolah ini untukmengirim salah satu gurunya ke daerah itu.”

“Maaf, pak. Bukannya saya mau protes, Tapi kenapa harus SMPDirgahayu ini?. Kan sekolah kita sekolah yang berkualitas unggul.”, protes PakButy.

“Oleh karena itulah, pemerintah memilih sekolah ini.”, jawabbapak Kepala Sekolah.

Setelah beberapa lama berunding masih tidak ada jawaban.Akhirnya bapak Kepala Sekolah mengakhiri rapat hari itu dan akan melanjutkannyapulang sekolah nanti. Lagi-lagi di perjalanan menuju kelas aku berpikir, apakahaku orang itu?. Sesampainya di depan kelas aku mencoba memikirkan hal itunanti. Tapi pikiran itu masih ada di benakku.

Saat pelajaran berlangsung, aku sengaja untuk memberi soalsaja kepada murid-murid ku. Karena aku masih belum bisa melupakan hal itu.Keputusan diambil usai pulang sekolah dan itu 1 jam lagi. Tak boleh dirikuceroboh dalam mengambil keputusan. Tiba-tiba bel pulang sekolah berbunyi dandewan guru melanjutkan rapat yang terhenti tadinya. Semua duduk pada posisisemula pada awal rapat. “Jadi… bagaimana dewan guru ada yang berminat?. Kalautidak saya yang akan pilih salah satu.”, ucap bapak Kepala Sekolah dengansantai. 

Aku sadar apa tujuanku menjadi seorang guru. Seketika aku mengangkattangan dan berkata,

“Saya bersedia dikirim ke daerah itu, pak.”.

“Bagus!. Tepat seperti pilihan saya. Jadwal keberangkatan 2hari lagi bu.”. kata bapak Kepala Sekolah dengan perasaan gembira.

“Inilah saatnya aku lebih berusaha untuk bangsa ini”, Ulasandalam hati ku. Setelah itu beberapa dewan guru menjabat tangan saya dan berkatasemoga lancar, begitu juga bapak kepala sekolah. Mungkin beberapa orangberpikir aku bersedia karena gaji yang diberikan, tapi ini semua aku lakukansemata-mata untuk sebuah tujuan. Kepala Sekolah memintaku untuk benar-benarsiap untuk mengajar disana. Dan aku yakin bahwa aku sudah siap.

2 hari berikutnya pun tiba. Waktuku untuk berkemas danbersiap-siap meluncur ke Kalimantan. Dimana disanalah aku mengabdikan dirikusebagai seorang guru yang sesungguhnya aku inginkan. Setiap langkahku berdoasemoga perjalanan ini tidak sia-sia. Dengan banyak tekad dan niat aku mulaimemasuki kawasan pantai untuk menuju daerah itu. aku benar-benar berpikirdaerah itu sangat terpencil. Sesampainya disana, aku melihat anak-anak yangsedang bermain permainan tradisional dan para orang tua yang sibuk denganpekerjaannya masing-masing. Berbeda sekali, tidak seperti suasana di kotaJakarta.

Tiba-tiba kepala desa menghampiriku dan mengajakkuberkeliling sebentar. Banyak yang beliau ceritakan kepada ku, termasuk kondisiperekonomian di daerah itu. Setibanya di gubuk yang kecil, kepala desa berkata,“Disinilah bu guru bisa mengajar anak-anak.”.

“Baiklah, pak. Apakah hari ini bisa dimulai?”

“Boleh, saya akan panggilkan anak-anak.”

Dengan cepat dan tergesa-gesa aku menata meja lipat dan bukuyang aku bawa dari Jakarta. Tak lupa aku memasang papan tulis yang tidak begitubesar dan menyiapkan barang-barang lainnya. Tidak sampai 5 menit, anak-anak itupun datang. Mereka datang dengan semangat dan tekad yang sudah terlihat. Merekajuga saling berebut tempat duduk yang terdepan. Setelah semua sudah teratur,aku membagikan peralatan tulis yang akan mereka pakai. Saat pengajaranku mulai,mata mereka tidak luput dari papan tulis yang tidak begitu besar itu.

Aku berharap mereka adalah penerus bangsa yang tepat. Tekaddan semangatnya tak berbeda dengan murid-murid ku di sana. Hanya kondisi yangmembuat mereka berbeda. Inilah pengabdian yang ku inginkan sebenarnya.Indonesia bangga dengan insan yang ada di sini. Walaupun mereka masih kurangpengetahuan, cara berpikir mereka sangatlah cepat. Tak sia-sia perjalanan kudisini, Tuhan.

No comments:

Post a Comment

Informations From: Omnipoten

Featured post

Melihat Melalui Mata yang Berbeda

Melihat Melalui Mata yang Berbeda Aku melihat melalui matamu. Dan ketika saya melakukannya, dunia semuanya biru, ungu dan hijau. Warnanya s...